TUHAN MAHA ESA UANG
YANG KUASA
Oleh : Rustam Parado
(Abangku yang jauh dari
Bima)
Lenturan badan di tampakkan, terbukanya celana setengah paha dan dada
di tonjolkan. Semua uang yang bicara tanpa ada tuhan yang bersuara. Karena
Tuhan hanya simbol pikiran manusia yang di ejawantahkan melalui keyakinan padahal itu hanya
fatamorgana. Mestikah Tuhan di bela atas pengakuan manusia
yang hina?.
Sesuatu yang di sembah semestinya terarah pada satu tujuan sebab
percuma bicara tuhan dalam ibadah jika tindakan melebihi fitnah, adakah cahaya
penerang jalan melalui pahaman berbagai aliran. Semua yang ada hanya terjebak dalam penjara ego yang berlebihan.
Tidak ada yang mau mengalah jika sudah melihat uang yang di bawa. Untuk
apa beragama jikalau Tuhan sering di hina dengan gumpalan dosa pada saat janji
di ikrarkan.
Para pejabat yang seringkali mencari makan tanpa keringat merupakan
anak kandung iblis penggoda. Masihkah kita berharap
akan nilai keadilan jika orang beragama yang menjadi biang segalanya.
Amplop dan kertas melayang ukuran kompromi setengah kamar aku pernah di
suguhkan akan tetapi aku terpaksa menolak ternyata dunia tak seindah yang
terlihat dalam buku dan wacana. semua yang terjadi merupakan sikap licik dari
titipan ajaran Sang IBLIS. Tetapi aku malah kebingungan dengan sikap dan
tradisi Birokrasi yang selalu mencari jalan pintas dengan tawaran materi.
Apakah mereka tidak sadar bahwa hal yang di larang dan termasuk
cara-cara haram. Ingin ku sapa dalam ruangan tapi terlalu banyak wartawan yang
datang. Dengan nominal Kertas satu lembar KODE ETIK berita pun di langgar.
Belum lagi dengan kehadiran media lokalyang semaunya saja bicara. Apa lagi
dengan gaya wartawan tanpa KORAN dan BERITA, belum sehari belajar baca langsung
mau berceramah. Intimidasi dan Agitasi wacana ialah senjata pamungkas yang
selalu di andalkan, namun ketika berhadapan dengan ahlinya semua bisu tak
bersuara.
Mencari makan tanpa keringat merupakan model alur pikir orang pelit dan
kikir. sehingga Ijazah formal hanya legalitas di saat tamat sekolah dan bangku
kuliah. Karena tendensi pada luasnya relasi serta pandai berkomunikasi padahal
ilmu tiada serta Nol belaka.
Pak POLISI pernah bilang... Tidak usah jujur hidup di dunia Ikut tes
aja kita bayar... Memang Tuhan itu Maha Esa Tapi uang yang berkuasa.
Aku percaya jika aparat penegak hukum yang bicara, sebab mereka punya
otoritas dalam segala hal. Apa lagi menembaki rakyat secara liar dan brutal
maka pantas di gelari Malaikat pencabut nyawa. Walau seringkali salah sasaran
dalam menangkap tapi selalu saja di biarkan. Lalu apa lagi yang di harap jika
mereka patuh pada perintah atasan. Tapi aku ragu sebab mereka pandai bersilat
lidah melebihi polisi INDIA.
Dewan Penyesatan Rakyat (DPR) banyak berkeliaran di ibu kota jakarta
mereka membawa nama samaran takut ketularan penyakit wanita. Dengan biaya dan
uang dari daerah semua di jadikan alasan perjalanan dinas, padahal hanya ingin
bertemu dengan cewek selingkuhan. Tanpa mengenal letih dan lelah hanya karena
alasan memuaskan nafsu semata maka isteri teman pun di ajak kencan. Belum lagi
kupu-kupu malam yang kecanduan SEX PISTOL di atas ranjang, maka mereka tak
segan-segan merobek baju dan celana karena fokus pikiranya hanya memuaskan
birahi belaka.
Dialektika kecil Mahasiswa aliran kiri dan kanan takkan berakhir sampai
kiamat, sampai-sampai tempat Tuhan mulai di acak dengan logika dan filsafat. Alqur’an
yang menjadi sandaran argument telah berbalik arah dan makna. Ini semua
bukanlah salah mereka yang masih belajar agama, namun peran ulama untuk
bercerita dan bergerak untuk berdakwah di jalan mulai di tutup ruang. Karena
mereka sudah berubah dan menjadi manusia yang serakah untuk meraih jabatan dan
posisi yang gemilang.
Mereka tak sadar kalau agama tak pernah punya ruang untuk berbuat yang
di larang terkecuali sesuatu yang di anjurkan. Agama itu sederhana dan selalu
mengikuti perkembangan jaman. Coba kita baca pada setiap ajaran kitab, tidak
ada satupun dalam agama yang menyuruh manusia untuk menjadi orang serakah dan
bermuka dua.
Di STIH aku punya teman kuliah, namun agamanya beda. Aku pernah di ajak
ke GEREJA. Tapi aku tak sempat kesana untuk mengucapkan HALELUYA bersama.
Pertentangan nilai keyakinan dalam agama semestinya membuka ruang keharmonisan,
sehingga sejarah peradaban dunia tidak lagi ada peperangan, namun hal ini tidak
dinilai sebagai langkah rekonsiliasi, malah cenderung di anggap kafir.
Agama bagiku hanya alat untuk mencapai tujuan, bukan saling menghina
dan mengutuk sesama. Aku begitu membenci ketika mendengar ungkapan kata mereka
yang berdalilkan agama, padahal tidak tahu nilai kesucian didalamnya.
Tidak heran jika Golongan ATEIS berkata Tuhan tidak lagi ada di dunia,
karena telah mati dalam pikiran manusia. Sebab FIRMAN Tuhan
hanya di jadikan permainan dan bualan bagi mereka yang seringkali ku sebut
sebagai orang yang lebih hina dari binatang. Bukan aku yang berkata, tapi hanya
sebagai penyambung lidah. Bagiku Tuhan itu
banyak sebanyak manusia yang ada.
Tuhan dalam Pikiran..........................
Tuhan dalam Wacana.........................
Tuhan dalam Kata-kata......................
Tuhan dalam Ibadah..........................
Tuhan dalam pengadilan....................
Tuhan dalam gelas............................
Tuhan dalam hati..............................
Tuhan dalam penjara.........................
Sebab Tuhan Adalah hasil kreasi akal menurut mereka yang belajar. Dalam
ajaran gereja yang pernah ku baca dan telaah kitab perjanjian lama mulai di
jelaskan ada manusia terakhir penutup para nabi. Namun hal itu sudah di hianati
serta tidak suci lagi.
Hidup bukanlah setakat menghembuskan napas dan lalu lalang di sudut-sudut kota. Tetapi intisari
nilai yang melekat adalah tujuan yang utama. Keyakinan di bawah keraguan adalah
dogma yang berlebihan, tapi keyakinan di atas keraguan adalah kata kunci
menggapai sesuatu yang gemilang.