KETIKA KORUPSI MENJADI
SUATU BUDAYA
Oleh :
Zelig Ilham
1. PENDAHULUAN
Sekarang hukum di Indonesia seakan kehilangan
kegagahannya ,hukum yang seharusnya menjadi ujung tombak keadilan dalam Negara
yang mengikrarkan diri sebagai Negara hukum sesuai dengan yang tersurat dalam
pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
dengan lantang menyatakan “Negara Indonesia adalah negara hukum” namun dalam prakteknya
hukum terlihat begitu lemah hal tersebut dapat dibuktikan dengan maraknya
tindak pidana korupsi yang seakan merajalela di Negara Demokerasi ini, secara tidak
langsung korupsi telah dianggap sebagai suatu kebiasaan yang lumrah dan wajar
oleh masyarakat Indonesia pada umumnya, seperti memberi hadiah kepada Pejabat Publik
atau keluarganya sebagai rasa terimakasih untuk sebuah jasa pelayanan semua itu
dipandang lumrah dilakuhkan sebagai bagian dari Budaya Ketimuran, kebiasaan
yang telah membudaya secara luas ini lama-kelamaan akan menjadi bibit-bibit
korupsi yang nyata .
Apa yang menyebabkan virus korupsi berkembang pesat di
Indonesia bahkan Negara kita dicap sebagai salah satu Negara terkorup di mata
Dunia ?
Mengapa tindak pidana
korupsi di Indonesia sangat sulit untuk diberantasi ?
2. ISI
2.1 APA YANG DIMAKSUD DENGAN KORUPSI
Secara bahasa pengertian korupsi dapat ditemukan
disejumlah literatur, seperti tertulis dalam Webster’s integrated dictionary an Thesaurus, dalam kamus ini korupsi
memiliki beberapa arti antara lain decomposition (kebusukan), immunity (kekebalan),
bribery (suapan, sogok), perversion (perbuatan tidak wajar), contamination
(pencemaran, pengotoran), degeneration (kemerosotan), distortion (penyimpangan
dari kenyataan, pemutar-balikan), dishonesty (ketidakjujuran), depravity
(kerusakan, bejad moral) , deterioration (kemunduran) and infection (infeksi,
menular), Transparency
International mendefinisikan korupsi dengan the abuse of entrusted power for private
gain (penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi).
Korupsi berasal dari Bahasa Latin corruptus yang berarti mematahkan atau memisahkan dan corrumpere atau merusak. Secara
konsepsual, korupsi adalah sebuah bentuk perilaku yang memisahkan diri dari
etika, moralitas, tradisi, hukum dan kebajikan sipil, korupsi mencakup
penyalahgunaan kekuasaan serta pengaruh jabatan atau kedudukan istimewa dalam masyarakat
untuk maksud pribadi.
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi telah
dijelaskan secara gamblang dalam pasal-pasal dalam Undang-undang nomor 31 tahun
1999, Undang-undang nomor 20 tahun 2001 serta peraturan perundang-undang lain
tentang tindak pidana korupsi, dalam Undang-undang tersebut telah menerangkan
secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena
korupsi.
Bentuk atau jenis tindak pidana korupsi tersebut pada
dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.
Kerugian keuangan Negara
2.
Suap menyuap
3.
Penggelapan dalam jabatan
4.
Pemerasan
5.
Perbuatan curang
6.
Benturan kepentingan dalam pengadaan
7.
Gratifikasi
Selain bentuk atau jenis tindak pidana korupsi yang sudah
dijelaskan diatas, masih ada tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak
pidana korupsi yang tertuang pada Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 jo.
Undang-undng Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
jenis tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi itu
adalah:
1.
Merintangi proses pemeriksaan perkara
korupsi
2.
Tidak memberi keterangan atau memberikan
keterangan yang tidak benar
3.
Bank yang tidak memberikan keteranagan
rekening tersangka
4.
Saksi atau ahli yang tidak memberikan
keterangan atau memberikan keterangan palsu
5.
Orang yang memegang rahasia jabatan
tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu
6.
Saksi yang membuka identitas pelapor
2.2 PENYEBAB PEJABAT PEMERINTAH MELAKUHKAN TINDAK PIDANA KORUPSI
2.2 PENYEBAB PEJABAT PEMERINTAH MELAKUHKAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Begitu banyak faktor yang menyebabkan beberapa oknum
untuk melakuhkan tindak pidana korupsi, di bagian ini akan kita kupas sedikit
penyebab tersebut , mengutip teori yang dikemukakan oleh
Jack Bologne atau sering disebut Gone Theory, bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya korupsi meliputi :
·
Greeds (keserakahan): berkaitan dengan
adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang.
·
Opportunities (kesempatan): berkaitan
dengan keadaan organisasi atau instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa,
sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.
·
Needs (kebutuhan): berkaitan dengan
faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individu-individu untuk menunjang hidupnya
yang wajar.
·
Exposures (pengungkapan): berkaitan dengan
tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku
diketemukan melakukan kecurangan.
Dalam kenyataannya di Indonesia banyak yang melakuhkan
tindak pidana korupsi dikarenakan beberapa faktor antara lain :
·
Rendahnya etika dan keimanan pejabat
pemerintah, ada benarnya pendapat Franz magnis suseno bahwa agama telah gagal menjadi pembendung
moral bangsa dalam mencegah korupsi karena perilaku masyarakat yang memeluk
agama itu sendiri, pemeluk agama menganggap agama hanya berkutat pada masalah bagaimana
cara beribadah saja, sehingga agama nyaris tidak berfungsi dalam memainkan peran sosial, menurut beliau,
sebenarnya agama bisa memainkan peran yang besar dibandingkan institusi
lainnya, karena adanya ikatan emosional antara agama dan pemeluk agama tersebut
jadi agama bisa menyadarkan umatnya bahwa korupsi dapat memberikan dampak yang
sangat buruk baik bagi dirinya maupun orang lain, faktor tersebut sangat erat
kaitannya dengan maraknya tindak pidana korupsi di Negeri kita karena moral
pejebat pemerintahan tidak terdidik secara etika dan agama yang begitu jelas
melarang perbuatan korupsi karena merugikan diri sendiri dan orang lain,
apabila kaum berbintang tidak memiliki etika dan iman yang baik maka godaan
untuk melakuhkan korupsi yang menjadi jalan pintas untuk memperkaya diri akan sangat
sulit sekali untuk dibendung .
·
Banyaknya lingkungan yang telah
membudayakan korupsi, dalam hal ini sangat sedikit lingkungan katakanlah dalam
lingkup kecil dalam keluarga yang mengajarkan anti korupsi sejak dini, bukti
nyatanya bisa kita lihat dalam proses pemilihan umum di Indonesia masih
banyaknya dalam suatu keluarga yang bisa disuap untuk memilih pihak tertentu,
tentu hal tersebut menjadi akar budaya korupsi yang secara tidak langsung telah
ditanam dalam lingkungan kecil sekalipun ,bila kita lihat dalam lingkungan
pemerintah seperti lembaga yang seharusnya menjadi tangan rakyat yaitu lembaga
Legislatif yang anggota-anggotanya masih banyak terjerat kasus korupsi, akan
sangat sulit mengubah suatu hal yang telah membudaya apabila pemberantasannya
hanya di kuhsuskan dalam lingkungan pemerintah sementara akarnya yang bersumber
dari lingkungan kecil seperti dalam keluarga.
·
Sifat tidak pernah merasa puas, sudah
menjadi hal yang lumrah bahwa sifat yang dimiliki oleh manusia yaitu tidak
pernah merasa puas dengan apa yang telah didapatkannya, manusia tidak pernah
merasa puas dengan harta, jika diberi satu gunung emas, ia pun akan mengharap
gunung emas kedua dan ketiga, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda, “Seandainya manusia memiliki lembah berisi harta, tentu ia masih menginginkan
harta yang banyak semisal itu pula” (HR. Bukhari) dari hal tersebut maka tidak
heran lagi bahwa sifat manusia yang serakah mendorong manusia itu untuk
melakuhkan tindak pidana korupsi apalagi manusia yang tidak memiliki iman yang
baik tentu semua itu dianggapnya hal yang biasa dalam upaya memperkaya diri.
·
Ingin mengembalikan modal, dalam hal ini
kita lihat dalam takaran pejabat yang dipilih langsung oleh rakyat, sebelum
pejabat tersebut menduduki jabatan yang diinginkannya telah menjadi rahasia
umum bahwa terkenalnya sistem politik uang siapa yang mempunyai banyak uang
bisa menjadi peajabat Negara, oknum yang menggelontorkan banyak uang sebelum
menjabat akan memiliki keinginan untuk mengembalikan modal yang ia keluarkan salah
satu caranya yaitu melalui kursi jabatan yang dikuasainya apabila gajinya
dianggap tidak bisa mengembalikan modal tersebut maka dorongan terbesar adalah
dengan cara menyalahgunakan kekuasaan yaitu korupsi.
·
Adanya kesempatan, faktor kesempatan
tentu sangat berperan dalam terjadinya tindak pidana korupsi dalam suatu kasus
perkara korupsi bukan hanya karena ada niat dari sang pelaku namun juga adanya
kesempatan untuk melakuhkan perbuatan merugikan tersebut, maka dari hal ini
sangat diperlukannya transparansi dalam suatu lembaga dan akan lebih baik
apabila lembaga anti korupsi lebih giat lagi untuk mengawasi agar dapat
setidaknya meminimalisirkan tindak pidan korupsi ini.
·
Lemahnya penegakan hukum terhadap
koruptor di negeri ini, sering terdengar ditelinga kita keputusan penegak hukum
untuk terpidana korupsi terlihat kurang tegas dan belum bisa memberikan efek
jera kepada pelaku serta tidak dapat menimbulkan gertakan atau rasa takut
kepada pejabat Negara, semua itu dapat dilihat dari kian bertambahnya kasus korupsi
di Negara kita ini, salah satu penyebabnya yaitu banyak penegak hukum yang memainkan
hukum dalam keputusannya, perlu diakui bahwa pemerintah hanya
memberikan hukuman ringan kepada koruptor, jika dibandingkan dengan negara
lain, hukuman terhadap koruptor di Indonesia ini tergolong sangat ringan di
Cina, koruptor akan dipenggal kepalanya, di Arab Saudi, koruptor mendapatkan
hukuman potong tangan sesuai dengan syariat Islam, tanpa hukuman yang tegas dan
berat, tidak ada efek jera, koruptor pun masih merasa tenang meskipun dijatuhi
hukuman penjara karena mereka masih bisa bebas lagi setelah dikeluarkan dari
penjara, jika Indonesia mau menetapkan hukuman yang tegas terhadap koruptor
(seperti hukuman mati), kemungkinan besar kasus korupsi akan turun drastic, dengan
hukuman tersebut, calon koruptor tentu akan berpikir seribu kali sebelum
melakukan kejahatannya, anggota divisi hukum dan monitoring peradilan Indonesia
corruption watch, Aradila caesar mengatakan, ”aparat penegak hukum di Indonesia
seperti polisi, jaksa, dan hakim masih belum sepenuhnya terbebas dari sandungan
perkara korupsi, padahal semestinya mereka merupakan pihak yang diharapkan
masyarakat untuk memberantas praktik korupsi” seperti kasus yang menjerat
mantan Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi Akil mochtar dalam kasus suap pemilihan
Kepala Daerah Serang yang telah divonis penjara seumur hidup oleh pengadilan
tindak pidana korupsi, hal tersebut memberikan penilaian yang buruk dari
masyarakat terhadap hukum di Indonesia terutama tamparan bagi penegak hukum di
Indonesia dimana kasus korupsi sudah merambah sampai ke lembaga MK, sebuah
lembaga yang dipercaya sebagai lembaga yang bersih, tapi ternyata korupsi sudah
sampai merambah ke lembaga tersebut bagaimana korupsi bisa diberantasi apabila
Aparat penegak hukum yang dipercaya untuk menanggulangi korupsi masih ikut
serta melakuhkan tindak pidana korupsi.
·
Kurangnya sinergi di antara lembaga
penegak hukum, kurangnya sinergi di antara kepolisian, kejaksaan, dan KPK,
seperti kasus cicak versus buaya yang sedang gempar dan menyita perhatian
masyarakat luas, permasalahan ini kian panjang saat KPK dan POLRI saling
melaporkan perkara seperti ditetapkannya dua pimpinan KPK non aktif sebagai
tersangka, pembatalan pengangkatan calon Kapolri karena ditetapkan sebagi
tersangka oleh KPK yang sekarang gugatan praperadilannya telah dikabulkan oleh
pengadilan dan menimbulkan kekisruhan hukum yang baru, kurangnya konsolidasi
lembaga penegak hukum itulah yang dijadikan celah bagi pihak tertentu untuk
melakukan intervensi terhadap penanganan kasus, kondisi itu dimanfaatkan
sebagai jalan masuk untuk melemahkan lembaga penegak hukum bila ditanyakan
siapa yang menang dalam KPK versus POLRI maka jawaban yang tepat adalah Koruptorlah
yang menang, pada saat KPK dan POLRI saling menyalahkan di satu sisi Koruptorlah
yang tertawa gembira, dalam penegakan hukum peran Lembaga hukum tentu sangat
besar maka dari itu lembaga-lembaga hukum harusnya bisa menjalin kerja sama
dengan baik dalam memerangi tindak pidana korupsi.
Itulah beberapa penyebab mengapa beberapa oknum pemegang
kekuasaan senantiasa melakuhkan tindak pidana korupsi, dan masih banyak lagi
faktor-faktor yang mendorong individu untuk melakuhkan korupsi seperti desakan
perkembangan zaman, untuk memenuhi kehidupan yang mapan dan terkesan mewah dan
semua itu tidak lepas dari bubruknya hukum yang menangani permasalahan korupsi
ini .
2.3 SULITNYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA
Di negeri yang kita cintai ini korupsi menjadi penyebab
terdepan terhambatnya kemajuan negeri, korupsi dari waktu ke waktu seakan
merajalela dengan selalu mengoyak harta bangsa, masyarakat pada saat ini selalu
meneriakkan dan membuat tindakan “anti korupsi” dan hal itu juga diiringi
dengan pemerintah yang mengemukakan memerangi korupsi itu semua terbukti dengan
diantaranya pemerintah membuat lembaga netral untuk memberantas korupsi yang
dinamakan Komisi Pemberantas Korupsi atau sering dikenal dengan singkatan KPK,
namun kita juga belum tahu, apakah dalam lembaga pemberantas korupsi ini tidak
ada tindak korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi, atau disingkat menjadi KPK,
adalah komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi,
menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesi, Komisi ini didirikan
berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002
mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, selain itu telah banyak
juga lembaga anti korupsi non pemerintah sebut saja seperti ICW (Indonesia
corruption watch), TII (Transparency International Indonesia), SIMAK (Spesialisasi
Mahasiswa Anti Korupsi) dan masih banyak lagi yang lainnya.
Namun semua itu seakan belum bisa dan belum mujarap untuk
mengobati virus korupsi di Indonesia hal itu terlihat pada grafik tindak pidana
korupsi dalam pemaparan data oleh ICW pada tahun tahun 2014 terdapat 629 kasus
korupsi, dengan jumlah tersangka 1328 orang dan kerugian negara sebesar Rp5,29
triliun semua itu dikemukakan oleh Koordinator Divisi Investigasi dan Publikasi
ICW, Tama S Langkun saat memaparkan hasil penelitian ICW tentang Tren
Pemberantasan Korupsi 2014.
Dalam pandangan penulis salah satu penyebab mengapa
koruspi sulit untuk diberantasi di Indonesia adalah rendahnya moral penegak
hukum di Indonesia yang bisa disuap dan seakan-akan dibayar untuk diludahi,
begitu rendahnya harga diri penegak hukum yang seaharusnya bisa menjadi tameng
pelindung kerajaan hukum apabila masih bisa disuap hanya demi kekayaan diri
sendiri, sudah menjadi rahasia umum ditengah-tengah
masyarakat Indonesia bagaimana karut-marutnya kondisi penegakkan hukum (law enforcement) di Negara ini, banyak
faktor yang menjadi penyebab dari buruknya sistem peradilan di Indonesia, namun
yang paling utama adalah terkait permasalahan rendahnya moralitas penegak hukum
kita di hampir seluruh lembaga dan aparat penegak hukum yang ada mulai dari
Kepolisian, Kejaksaan maupun Kehakiman bahkan hingga profesi-profesi lainnya
yang bersentuhan dengan hukum semisal Advokat, Panitera maupun Notaris.
Keboborokan moral penegak hukum itulah yang membuka pintu
lebar-lebar terhadap praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di Negara ini
sehingga seakan-akan menjadi sesuatu yang mendarah daging dan membudaya, hal
mana telah menggerogoti pilar-pilar dari tegaknya hukum atau supremasi hukum di
Indonesia, semua akan terasa tiada guna masyarakat meneriakkan untuk memerangi
korupsi apabila oknum yang seharusnya berdiri didepan dalam hal memberantasi
korupsi tidak menjalankan tugasnya dengan benar dan lebih ke menyalahgunakan
kewenangan serta kekuasaan yang ada pada mereka, sistem peradilan di Indonesia
dinilai masih berantakan dengan aroma korupsi yang tercium mulai dari tingkat
penyidikan sampai dengan pengadilan, yang menjadikan situasi negara ini
benar-benar dalam keadaan 'darurat hukum'.
Sistem hukum yang karut-marut ini telah dimulai pada
proses pengadilan sampai pada level eksekusi, seperti halnya berbagai permasalahan
yang sempat terlihat oleh media baru-baru ini antara lain kasus joki
narapidana, transaksi seks dan narkoba dibalik bilik penjara, serta fasilitas
mewah yang didapatkan oleh napi berduit di dalam Lapas, dan berbagai kasus
lainnya sesungguhnya telah sangat melukai rasa keadilan masyarakat sekaligus
menunjukkan pula betapa rendahnya moralitas aparat penegak hukum kita.
Banyak terjadinya proses penegakan hukum yang terkesan
tidak transparan dan tidak jujur, bahkan sebuah kasus hukum membuka peluang
untuk dijadikan obyek dan ladang pemerasan oleh apartur hukum itu sendiri, dari
penyampaian diatas maka penulis menyatakan bahwa rendahnya moral penegak hukum
adalah sebab utama mengapa korupsi sulit untuk diberantasi.
2.4 AKIBAT DARI KORUPSI
2.4 AKIBAT DARI KORUPSI
Sangat banyak yang diakibatkan oleh tindak pidana korupsi
salah satunya yaitu mengahmbat kemajuan suatu Negara, kita selalu memdambakan
menjadi suatu Negara yang dimana masyarakat yang sejahtera dalam segala hal
namun semua itu apa bisa diwujudkan apabila yang menjalankan Negara tidak
terlalu berpihak pada masyarakat karena mereka senantiasa ingin memperkaya diri
sendiri dengan cara korupsi dan menyalahkan kekuasaan yang mereka duduki, suatu
kemustahilan mengharapkan negara menjadi makmur ketika korupsi sudah dianggap menjadi
bagian dari suatu kehidupan bangsa, besarnya dampak korupsi mengakibatkan kejahatan
korupsi dianggap bukan tindak pidana biasa tetapi merupakan kejahatan luar
biasa (extra ordinary crime).
Selain itu korupsi dapat menubuhkan penilaian yang buruk
dari masyarakat terhadap penyelenggara pemerintahan, masyarakat akan cenderung
tidak lagi mempercayai pejabat Negara karena tindak pidana korupsi yang dilakuhkan
oleh pejabat itu sendiri .
3. PENUTUP
Dari penjelasan penulis diatas dari penyebab orang
melakuhkan tindak pidana korupsi, akibat dari tindak pidan korupsi hingga kita
mendapatkan kesimpulan bahwa betapa sulitnya memberantas korupsi maka yang bisa
kita lakukan sebagai masyarakat adalah marilah kita meningkatkan kesadaran diri
kita masing-masing tentang pemahaman korupsi karena pada penjelasan pertama
telah disebutkan bahwa korupsi telah membudaya dari hal kecil seperti kebiasaan
yang dianggap biasa dilakuhkan, kebiasaan berperilaku koruptif yang terus berlangsung
dikalangan masyarakat salah satunya disebabkan masih sangat kurangnya pemahaman
mereka tentang apa itu korupsi mereka cenderung tidak memahami bahwa hal-hal
kecil banyak yang bersifat korupsi seperti pemberian gratifikasi (pemberian hadiah)
terhadap penyelenggara Negara dari hal tersebut marilah kita tinggalkan apa
yang telah menjadi budaya yang tidak baik dan dapat menjadi akar terjadinya
tindak pidana korupsi dan marilah kita bersama sama menanamkan dalam diri kita
masing-masing bahwa korupsi adalah penghambat terbesar dalam kemajuan suatu
Negara ,apabila kita menanamkan nilai-nilai anti korupsi katakanlah dalam
lingkungan kecil seperti dalam keluarga kita masing-masing maka kita dapat ikut
berperan dalam mewujudkan apa yan menjadi cita-cita bangsa yang kita cintai ini
sehingga dalam jangka panjang kita dapat menciptakan Indonesia bebas korupsi,
dalam hal ini juga tentunya pemberantasan korupsi tidak akan bisa dilakuhkan
apabila oknum penegak hukum tidak bisa memberikan keadilan pada koruptor kita
semua berharap oknum penegak hukum dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan apa
yang diamanatkan oleh undang-undang tanpa ada keinginan untuk memperkaya diri
sendiri dalam hal ini penulis terutama berharap agar penegak hukum bisa
memberikan rasa jera serta rasa takut terhadap pejabat pemerintah yang ingin
melakuhkan korupsi dengan penuh kebijaksanaan yang pasti ada dalam diri penegak
hukum dan selalu bersinergi kepada pemerintah untuk menjadi yang terdepan dalam
memberantas korupsi .
Mari bergandengan tangan, kita tinggalakan budaya yang
bersifat koruptif, kita perkuat moral dalam penegakan hukum terkuhsus dalam
tindak pidana korupsi dan kita bersama-sama mewujudkan Indonesia bebas korupsi
.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana
korupsi
Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi
Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi
Komisi pemberantasan
korupsi. 2006.
Memahami untuk membasmi:buku saku untuk memahami tindak
pidana korupsi.
Prof. Dr. Soerjono
Soekanto & Dra. Budi Sulistyowati, M.A.
2013
Sosiologi suatu pengantar
Lubis, dkk. 1995
Bunga Rampai Korupsi.
http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi_di_Indonesia
: 17 April 2015. Pk.19.00 WIB.
https://roeshanny.wordpress.com/2009/02/04/gone-theory/
: 17 April 2015. Pk.19.00 WIB.
http://kpkpos.com/2014-tren-korupsi-di-indonesia-grafiknya-meningkat/
: 17 April 2015. Pk.19.00 WIB.
http://id.wikipedia.org/wiki/Franz_Magnis-Suseno
: 17 April 2015. Pk.19.00 WIB.
https://alhadistonline.wordpress.com/category/hr-bukhari/
: 17 April 2015. Pk.19.00 WIB.