Rabu, 15 April 2015

KETIKA KORUPSI MENJADI SUATU BUDAYA



KETIKA KORUPSI MENJADI SUATU BUDAYA
Oleh : 
Zelig Ilham


1.         PENDAHULUAN
            Sekarang hukum di Indonesia seakan kehilangan kegagahannya ,hukum yang seharusnya menjadi ujung tombak keadilan dalam Negara yang mengikrarkan diri sebagai Negara hukum sesuai dengan yang tersurat dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dengan lantang menyatakan “Negara Indonesia adalah negara hukum” namun dalam prakteknya hukum terlihat begitu lemah hal tersebut dapat dibuktikan dengan maraknya tindak pidana korupsi yang seakan merajalela di Negara Demokerasi ini, secara tidak langsung korupsi telah dianggap sebagai suatu kebiasaan yang lumrah dan wajar oleh masyarakat Indonesia pada umumnya, seperti memberi hadiah kepada Pejabat Publik atau keluarganya sebagai rasa terimakasih untuk sebuah jasa pelayanan semua itu dipandang lumrah dilakuhkan sebagai bagian dari Budaya Ketimuran, kebiasaan yang telah membudaya secara luas ini lama-kelamaan akan menjadi bibit-bibit korupsi yang nyata .
            Apa yang menyebabkan virus korupsi berkembang pesat di Indonesia bahkan Negara kita dicap sebagai salah satu Negara terkorup di mata Dunia ?
Mengapa tindak pidana korupsi di Indonesia sangat sulit untuk diberantasi ?


2.         ISI
2.1       APA YANG DIMAKSUD DENGAN KORUPSI
            Secara bahasa pengertian korupsi dapat ditemukan disejumlah literatur, seperti tertulis dalam Webster’s integrated dictionary an Thesaurus, dalam kamus ini korupsi memiliki beberapa arti antara lain decomposition (kebusukan), immunity (kekebalan), bribery (suapan, sogok), perversion (perbuatan tidak wajar), contamination (pencemaran, pengotoran), degeneration (kemerosotan), distortion (penyimpangan dari kenyataan, pemutar-balikan), dishonesty (ketidakjujuran), depravity (kerusakan, bejad moral) , deterioration (kemunduran) and infection (infeksi, menular), Transparency International mendefinisikan korupsi dengan the abuse of entrusted power for private gain (penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi).
            Korupsi berasal dari Bahasa Latin corruptus yang berarti mematahkan atau memisahkan dan corrumpere atau merusak. Secara konsepsual, korupsi adalah sebuah bentuk perilaku yang memisahkan diri dari etika, moralitas, tradisi, hukum dan kebajikan sipil, korupsi mencakup penyalahgunaan kekuasaan serta pengaruh jabatan atau kedudukan istimewa dalam masyarakat untuk maksud pribadi.
            Menurut perspektif hukum, definisi korupsi telah dijelaskan secara gamblang dalam pasal-pasal dalam Undang-undang nomor 31 tahun 1999, Undang-undang nomor 20 tahun 2001 serta peraturan perundang-undang lain tentang tindak pidana korupsi, dalam Undang-undang tersebut telah menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi.
            Bentuk atau jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.      Kerugian keuangan Negara
2.      Suap menyuap
3.      Penggelapan dalam jabatan
4.      Pemerasan
5.      Perbuatan curang
6.      Benturan kepentingan dalam pengadaan
7.      Gratifikasi
            Selain bentuk atau jenis tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan diatas, masih ada tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang tertuang pada Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 jo. Undang-undng Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jenis tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi itu adalah:
1.      Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi
2.      Tidak memberi keterangan atau memberikan keterangan yang tidak benar
3.      Bank yang tidak memberikan keteranagan rekening tersangka
4.      Saksi atau ahli yang tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu
5.      Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu
6.      Saksi yang membuka identitas pelapor


2.2      PENYEBAB PEJABAT PEMERINTAH MELAKUHKAN TINDAK PIDANA KORUPSI
            Begitu banyak faktor yang menyebabkan beberapa oknum untuk melakuhkan tindak pidana korupsi, di bagian ini akan kita kupas sedikit penyebab tersebut , mengutip teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut Gone Theory, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi :
·         Greeds (keserakahan): berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang.
·         Opportunities (kesempatan): berkaitan dengan keadaan organisasi atau instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.
·          Needs (kebutuhan): berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
·          Exposures (pengungkapan): berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan.
            Dalam kenyataannya di Indonesia banyak yang melakuhkan tindak pidana korupsi dikarenakan beberapa faktor antara lain :
·         Rendahnya etika dan keimanan pejabat pemerintah, ada benarnya pendapat Franz magnis suseno  bahwa agama telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam mencegah korupsi karena perilaku masyarakat yang memeluk agama itu sendiri, pemeluk agama menganggap agama hanya berkutat pada masalah bagaimana cara beribadah saja, sehingga agama nyaris tidak berfungsi dalam  memainkan peran sosial, menurut beliau, sebenarnya agama bisa memainkan peran yang besar dibandingkan institusi lainnya, karena adanya ikatan emosional antara agama dan pemeluk agama tersebut jadi agama bisa menyadarkan umatnya bahwa korupsi dapat memberikan dampak yang sangat buruk baik bagi dirinya maupun orang lain, faktor tersebut sangat erat kaitannya dengan maraknya tindak pidana korupsi di Negeri kita karena moral pejebat pemerintahan tidak terdidik secara etika dan agama yang begitu jelas melarang perbuatan korupsi karena merugikan diri sendiri dan orang lain, apabila kaum berbintang tidak memiliki etika dan iman yang baik maka godaan untuk melakuhkan korupsi yang menjadi jalan pintas untuk memperkaya diri akan sangat sulit sekali untuk dibendung .
·         Banyaknya lingkungan yang telah membudayakan korupsi, dalam hal ini sangat sedikit lingkungan katakanlah dalam lingkup kecil dalam keluarga yang mengajarkan anti korupsi sejak dini, bukti nyatanya bisa kita lihat dalam proses pemilihan umum di Indonesia masih banyaknya dalam suatu keluarga yang bisa disuap untuk memilih pihak tertentu, tentu hal tersebut menjadi akar budaya korupsi yang secara tidak langsung telah ditanam dalam lingkungan kecil sekalipun ,bila kita lihat dalam lingkungan pemerintah seperti lembaga yang seharusnya menjadi tangan rakyat yaitu lembaga Legislatif yang anggota-anggotanya masih banyak terjerat kasus korupsi, akan sangat sulit mengubah suatu hal yang telah membudaya apabila pemberantasannya hanya di kuhsuskan dalam lingkungan pemerintah sementara akarnya yang bersumber dari lingkungan kecil seperti dalam keluarga.
·         Sifat tidak pernah merasa puas, sudah menjadi hal yang lumrah bahwa sifat yang dimiliki oleh manusia yaitu tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah didapatkannya, manusia tidak pernah merasa puas dengan harta, jika diberi satu gunung emas, ia pun akan mengharap gunung emas kedua dan ketiga, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya manusia memiliki lembah berisi harta, tentu ia masih menginginkan harta yang banyak semisal itu pula” (HR. Bukhari) dari hal tersebut maka tidak heran lagi bahwa sifat manusia yang serakah mendorong manusia itu untuk melakuhkan tindak pidana korupsi apalagi manusia yang tidak memiliki iman yang baik tentu semua itu dianggapnya hal yang biasa dalam upaya memperkaya diri.
·         Ingin mengembalikan modal, dalam hal ini kita lihat dalam takaran pejabat yang dipilih langsung oleh rakyat, sebelum pejabat tersebut menduduki jabatan yang diinginkannya telah menjadi rahasia umum bahwa terkenalnya sistem politik uang siapa yang mempunyai banyak uang bisa menjadi peajabat Negara, oknum yang menggelontorkan banyak uang sebelum menjabat akan memiliki keinginan untuk mengembalikan modal yang ia keluarkan salah satu caranya yaitu melalui kursi jabatan yang dikuasainya apabila gajinya dianggap tidak bisa mengembalikan modal tersebut maka dorongan terbesar adalah dengan cara menyalahgunakan kekuasaan yaitu korupsi.
·         Adanya kesempatan, faktor kesempatan tentu sangat berperan dalam terjadinya tindak pidana korupsi dalam suatu kasus perkara korupsi bukan hanya karena ada niat dari sang pelaku namun juga adanya kesempatan untuk melakuhkan perbuatan merugikan tersebut, maka dari hal ini sangat diperlukannya transparansi dalam suatu lembaga dan akan lebih baik apabila lembaga anti korupsi lebih giat lagi untuk mengawasi agar dapat setidaknya meminimalisirkan tindak pidan korupsi ini.
·         Lemahnya penegakan hukum terhadap koruptor di negeri ini, sering terdengar ditelinga kita keputusan penegak hukum untuk terpidana korupsi terlihat kurang tegas dan belum bisa memberikan efek jera kepada pelaku serta tidak dapat menimbulkan gertakan atau rasa takut kepada pejabat Negara, semua itu dapat dilihat dari kian bertambahnya kasus korupsi di Negara kita ini, salah satu penyebabnya yaitu banyak penegak hukum yang memainkan hukum dalam keputusannya, perlu diakui bahwa pemerintah hanya memberikan hukuman ringan kepada koruptor, jika dibandingkan dengan negara lain, hukuman terhadap koruptor di Indonesia ini tergolong sangat ringan di Cina, koruptor akan dipenggal kepalanya, di Arab Saudi, koruptor mendapatkan hukuman potong tangan sesuai dengan syariat Islam, tanpa hukuman yang tegas dan berat, tidak ada efek jera, koruptor pun masih merasa tenang meskipun dijatuhi hukuman penjara karena mereka masih bisa bebas lagi setelah dikeluarkan dari penjara, jika Indonesia mau menetapkan hukuman yang tegas terhadap koruptor (seperti hukuman mati), kemungkinan besar kasus korupsi akan turun drastic, dengan hukuman tersebut, calon koruptor tentu akan berpikir seribu kali sebelum melakukan kejahatannya, anggota divisi hukum dan monitoring peradilan Indonesia corruption watch, Aradila caesar mengatakan, ”aparat penegak hukum di Indonesia seperti polisi, jaksa, dan hakim masih belum sepenuhnya terbebas dari sandungan perkara korupsi, padahal semestinya mereka merupakan pihak yang diharapkan masyarakat untuk memberantas praktik korupsi” seperti kasus yang menjerat mantan Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi Akil mochtar dalam kasus suap pemilihan Kepala Daerah Serang yang telah divonis penjara seumur hidup oleh pengadilan tindak pidana korupsi, hal tersebut memberikan penilaian yang buruk dari masyarakat terhadap hukum di Indonesia terutama tamparan bagi penegak hukum di Indonesia dimana kasus korupsi sudah merambah sampai ke lembaga MK, sebuah lembaga yang dipercaya sebagai lembaga yang bersih, tapi ternyata korupsi sudah sampai merambah ke lembaga tersebut bagaimana korupsi bisa diberantasi apabila Aparat penegak hukum yang dipercaya untuk menanggulangi korupsi masih ikut serta melakuhkan tindak pidana korupsi.
·         Kurangnya sinergi di antara lembaga penegak hukum, kurangnya sinergi di antara kepolisian, kejaksaan, dan KPK, seperti kasus cicak versus buaya yang sedang gempar dan menyita perhatian masyarakat luas, permasalahan ini kian panjang saat KPK dan POLRI saling melaporkan perkara seperti ditetapkannya dua pimpinan KPK non aktif sebagai tersangka, pembatalan pengangkatan calon Kapolri karena ditetapkan sebagi tersangka oleh KPK yang sekarang gugatan praperadilannya telah dikabulkan oleh pengadilan dan menimbulkan kekisruhan hukum yang baru, kurangnya konsolidasi lembaga penegak hukum itulah yang dijadikan celah bagi pihak tertentu untuk melakukan intervensi terhadap penanganan kasus, kondisi itu dimanfaatkan sebagai jalan masuk untuk melemahkan lembaga penegak hukum bila ditanyakan siapa yang menang dalam KPK versus POLRI maka jawaban yang tepat adalah Koruptorlah yang menang, pada saat KPK dan POLRI saling menyalahkan di satu sisi Koruptorlah yang tertawa gembira, dalam penegakan hukum peran Lembaga hukum tentu sangat besar maka dari itu lembaga-lembaga hukum harusnya bisa menjalin kerja sama dengan baik dalam memerangi tindak pidana korupsi.
            Itulah beberapa penyebab mengapa beberapa oknum pemegang kekuasaan senantiasa melakuhkan tindak pidana korupsi, dan masih banyak lagi faktor-faktor yang mendorong individu untuk melakuhkan korupsi seperti desakan perkembangan zaman, untuk memenuhi kehidupan yang mapan dan terkesan mewah dan semua itu tidak lepas dari bubruknya hukum yang menangani permasalahan korupsi ini .


2.3       SULITNYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA
            Di negeri yang kita cintai ini korupsi menjadi penyebab terdepan terhambatnya kemajuan negeri, korupsi dari waktu ke waktu seakan merajalela dengan selalu mengoyak harta bangsa, masyarakat pada saat ini selalu meneriakkan dan membuat tindakan “anti korupsi” dan hal itu juga diiringi dengan pemerintah yang mengemukakan memerangi korupsi itu semua terbukti dengan diantaranya pemerintah membuat lembaga netral untuk memberantas korupsi yang dinamakan Komisi Pemberantas Korupsi atau sering dikenal dengan singkatan KPK, namun kita juga belum tahu, apakah dalam lembaga pemberantas korupsi ini tidak ada tindak korupsi.
            Komisi Pemberantasan Korupsi, atau disingkat menjadi KPK, adalah komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesi, Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, selain itu telah banyak juga lembaga anti korupsi non pemerintah sebut saja seperti ICW (Indonesia corruption watch), TII (Transparency International Indonesia), SIMAK (Spesialisasi Mahasiswa Anti Korupsi) dan masih banyak lagi yang lainnya.
            Namun semua itu seakan belum bisa dan belum mujarap untuk mengobati virus korupsi di Indonesia hal itu terlihat pada grafik tindak pidana korupsi dalam pemaparan data oleh ICW pada tahun tahun 2014 terdapat 629 kasus korupsi, dengan jumlah tersangka 1328 orang dan kerugian negara sebesar Rp5,29 triliun semua itu dikemukakan oleh Koordinator Divisi Investigasi dan Publikasi ICW, Tama S Langkun saat memaparkan hasil penelitian ICW tentang Tren Pemberantasan Korupsi 2014.
            Dalam pandangan penulis salah satu penyebab mengapa koruspi sulit untuk diberantasi di Indonesia adalah rendahnya moral penegak hukum di Indonesia yang bisa disuap dan seakan-akan dibayar untuk diludahi, begitu rendahnya harga diri penegak hukum yang seaharusnya bisa menjadi tameng pelindung kerajaan hukum apabila masih bisa disuap hanya demi kekayaan diri sendiri, sudah menjadi rahasia umum ditengah-tengah masyarakat Indonesia bagaimana karut-marutnya kondisi penegakkan hukum (law enforcement) di Negara ini, banyak faktor yang menjadi penyebab dari buruknya sistem peradilan di Indonesia, namun yang paling utama adalah terkait permasalahan rendahnya moralitas penegak hukum kita di hampir seluruh lembaga dan aparat penegak hukum yang ada mulai dari Kepolisian, Kejaksaan maupun Kehakiman bahkan hingga profesi-profesi lainnya yang bersentuhan dengan hukum semisal Advokat, Panitera maupun Notaris.
            Keboborokan moral penegak hukum itulah yang membuka pintu lebar-lebar terhadap praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di Negara ini sehingga seakan-akan menjadi sesuatu yang mendarah daging dan membudaya, hal mana telah menggerogoti pilar-pilar dari tegaknya hukum atau supremasi hukum di Indonesia, semua akan terasa tiada guna masyarakat meneriakkan untuk memerangi korupsi apabila oknum yang seharusnya berdiri didepan dalam hal memberantasi korupsi tidak menjalankan tugasnya dengan benar dan lebih ke menyalahgunakan kewenangan serta kekuasaan yang ada pada mereka, sistem peradilan di Indonesia dinilai masih berantakan dengan aroma korupsi yang tercium mulai dari tingkat penyidikan sampai dengan pengadilan, yang menjadikan situasi negara ini benar-benar dalam keadaan 'darurat hukum'.
            Sistem hukum yang karut-marut ini telah dimulai pada proses pengadilan sampai pada level eksekusi, seperti halnya berbagai permasalahan yang sempat terlihat oleh media baru-baru ini antara lain kasus joki narapidana, transaksi seks dan narkoba dibalik bilik penjara, serta fasilitas mewah yang didapatkan oleh napi berduit di dalam Lapas, dan berbagai kasus lainnya sesungguhnya telah sangat melukai rasa keadilan masyarakat sekaligus menunjukkan pula betapa rendahnya moralitas aparat penegak hukum kita.
            Banyak terjadinya proses penegakan hukum yang terkesan tidak transparan dan tidak jujur, bahkan sebuah kasus hukum membuka peluang untuk dijadikan obyek dan ladang pemerasan oleh apartur hukum itu sendiri, dari penyampaian diatas maka penulis menyatakan bahwa rendahnya moral penegak hukum adalah sebab utama mengapa korupsi sulit untuk diberantasi.


2.4       AKIBAT DARI KORUPSI
            Sangat banyak yang diakibatkan oleh tindak pidana korupsi salah satunya yaitu mengahmbat kemajuan suatu Negara, kita selalu memdambakan menjadi suatu Negara yang dimana masyarakat yang sejahtera dalam segala hal namun semua itu apa bisa diwujudkan apabila yang menjalankan Negara tidak terlalu berpihak pada masyarakat karena mereka senantiasa ingin memperkaya diri sendiri dengan cara korupsi dan menyalahkan kekuasaan yang mereka duduki, suatu kemustahilan mengharapkan negara menjadi makmur ketika korupsi sudah dianggap menjadi bagian dari suatu kehidupan bangsa, besarnya dampak korupsi mengakibatkan kejahatan korupsi dianggap bukan tindak pidana biasa tetapi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime).
            Selain itu korupsi dapat menubuhkan penilaian yang buruk dari masyarakat terhadap penyelenggara pemerintahan, masyarakat akan cenderung tidak lagi mempercayai pejabat Negara karena tindak pidana korupsi yang dilakuhkan oleh pejabat itu sendiri .


3.         PENUTUP
            Dari penjelasan penulis diatas dari penyebab orang melakuhkan tindak pidana korupsi, akibat dari tindak pidan korupsi hingga kita mendapatkan kesimpulan bahwa betapa sulitnya memberantas korupsi maka yang bisa kita lakukan sebagai masyarakat adalah marilah kita meningkatkan kesadaran diri kita masing-masing tentang pemahaman korupsi karena pada penjelasan pertama telah disebutkan bahwa korupsi telah membudaya dari hal kecil seperti kebiasaan yang dianggap biasa dilakuhkan, kebiasaan berperilaku koruptif yang terus berlangsung dikalangan masyarakat salah satunya disebabkan masih sangat kurangnya pemahaman mereka tentang apa itu korupsi mereka cenderung tidak memahami bahwa hal-hal kecil banyak yang bersifat korupsi seperti pemberian gratifikasi (pemberian hadiah) terhadap penyelenggara Negara dari hal tersebut marilah kita tinggalkan apa yang telah menjadi budaya yang tidak baik dan dapat menjadi akar terjadinya tindak pidana korupsi dan marilah kita bersama sama menanamkan dalam diri kita masing-masing bahwa korupsi adalah penghambat terbesar dalam kemajuan suatu Negara ,apabila kita menanamkan nilai-nilai anti korupsi katakanlah dalam lingkungan kecil seperti dalam keluarga kita masing-masing maka kita dapat ikut berperan dalam mewujudkan apa yan menjadi cita-cita bangsa yang kita cintai ini sehingga dalam jangka panjang kita dapat menciptakan Indonesia bebas korupsi, dalam hal ini juga tentunya pemberantasan korupsi tidak akan bisa dilakuhkan apabila oknum penegak hukum tidak bisa memberikan keadilan pada koruptor kita semua berharap oknum penegak hukum dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh undang-undang tanpa ada keinginan untuk memperkaya diri sendiri dalam hal ini penulis terutama berharap agar penegak hukum bisa memberikan rasa jera serta rasa takut terhadap pejabat pemerintah yang ingin melakuhkan korupsi dengan penuh kebijaksanaan yang pasti ada dalam diri penegak hukum dan selalu bersinergi kepada pemerintah untuk menjadi yang terdepan dalam memberantas korupsi .
            Mari bergandengan tangan, kita tinggalakan budaya yang bersifat koruptif, kita perkuat moral dalam penegakan hukum terkuhsus dalam tindak pidana korupsi dan kita bersama-sama mewujudkan Indonesia bebas korupsi .


DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi
Komisi pemberantasan korupsi. 2006.
            Memahami untuk membasmi:buku saku untuk memahami tindak pidana korupsi.
Prof. Dr. Soerjono Soekanto & Dra. Budi Sulistyowati, M.A.  2013
            Sosiologi suatu pengantar

Lubis, dkk.  1995
            Bunga Rampai Korupsi.


http://id.wikipedia.org/wiki/Franz_Magnis-Suseno : 17 April 2015. Pk.19.00 WIB.