Jumat, 16 Maret 2018

TUHAN MAHA ESA UANG YANG KUASA



TUHAN MAHA ESA UANG YANG KUASA
Oleh : Rustam Parado
(Abangku yang jauh dari Bima)



Lenturan badan di tampakkan, terbukanya celana setengah paha dan dada di tonjolkan. Semua uang yang bicara tanpa ada tuhan yang bersuara. Karena Tuhan hanya simbol pikiran manusia yang di ejawantahkan melalui keyakinan padahal itu hanya fatamorgana. Mestikah Tuhan di bela atas pengakuan manusia yang hina?.
Sesuatu yang di sembah semestinya terarah pada satu tujuan sebab percuma bicara tuhan dalam ibadah jika tindakan melebihi fitnah, adakah cahaya penerang jalan melalui pahaman berbagai aliran. Semua yang ada hanya terjebak dalam penjara ego yang berlebihan.
Tidak ada yang mau mengalah jika sudah melihat uang yang di bawa. Untuk apa beragama jikalau Tuhan sering di hina dengan gumpalan dosa pada saat janji di ikrarkan.
Para pejabat yang seringkali mencari makan tanpa keringat merupakan anak kandung iblis penggoda. Masihkah kita berharap akan nilai keadilan jika orang beragama yang menjadi biang segalanya.
Amplop dan kertas melayang ukuran kompromi setengah kamar aku pernah di suguhkan akan tetapi aku terpaksa menolak ternyata dunia tak seindah yang terlihat dalam buku dan wacana. semua yang terjadi merupakan sikap licik dari titipan ajaran Sang IBLIS. Tetapi aku malah kebingungan dengan sikap dan tradisi Birokrasi yang selalu mencari jalan pintas dengan tawaran materi.
Apakah mereka tidak sadar bahwa hal yang di larang dan termasuk cara-cara haram. Ingin ku sapa dalam ruangan tapi terlalu banyak wartawan yang datang. Dengan nominal Kertas satu lembar KODE ETIK berita pun di langgar. Belum lagi dengan kehadiran media lokalyang semaunya saja bicara. Apa lagi dengan gaya wartawan tanpa KORAN dan BERITA, belum sehari belajar baca langsung mau berceramah. Intimidasi dan Agitasi wacana ialah senjata pamungkas yang selalu di andalkan, namun ketika berhadapan dengan ahlinya semua bisu tak bersuara.
Mencari makan tanpa keringat merupakan model alur pikir orang pelit dan kikir. sehingga Ijazah formal hanya legalitas di saat tamat sekolah dan bangku kuliah. Karena tendensi pada luasnya relasi serta pandai berkomunikasi padahal ilmu tiada serta Nol belaka.
Pak POLISI pernah bilang... Tidak usah jujur hidup di dunia Ikut tes aja kita bayar... Memang Tuhan itu Maha Esa Tapi uang yang berkuasa.
Aku percaya jika aparat penegak hukum yang bicara, sebab mereka punya otoritas dalam segala hal. Apa lagi menembaki rakyat secara liar dan brutal maka pantas di gelari Malaikat pencabut nyawa. Walau seringkali salah sasaran dalam menangkap tapi selalu saja di biarkan. Lalu apa lagi yang di harap jika mereka patuh pada perintah atasan. Tapi aku ragu sebab mereka pandai bersilat lidah melebihi polisi INDIA.
Dewan Penyesatan Rakyat (DPR) banyak berkeliaran di ibu kota jakarta mereka membawa nama samaran takut ketularan penyakit wanita. Dengan biaya dan uang dari daerah semua di jadikan alasan perjalanan dinas, padahal hanya ingin bertemu dengan cewek selingkuhan. Tanpa mengenal letih dan lelah hanya karena alasan memuaskan nafsu semata maka isteri teman pun di ajak kencan. Belum lagi kupu-kupu malam yang kecanduan SEX PISTOL di atas ranjang, maka mereka tak segan-segan merobek baju dan celana karena fokus pikiranya hanya memuaskan birahi belaka.
Dialektika kecil Mahasiswa aliran kiri dan kanan takkan berakhir sampai kiamat, sampai-sampai tempat Tuhan mulai di acak dengan logika dan filsafat. Alqur’an yang menjadi sandaran argument telah berbalik arah dan makna. Ini semua bukanlah salah mereka yang masih belajar agama, namun peran ulama untuk bercerita dan bergerak untuk berdakwah di jalan mulai di tutup ruang. Karena mereka sudah berubah dan menjadi manusia yang serakah untuk meraih jabatan dan posisi yang gemilang.
Mereka tak sadar kalau agama tak pernah punya ruang untuk berbuat yang di larang terkecuali sesuatu yang di anjurkan. Agama itu sederhana dan selalu mengikuti perkembangan jaman. Coba kita baca pada setiap ajaran kitab, tidak ada satupun dalam agama yang menyuruh manusia untuk menjadi orang serakah dan bermuka dua.
Di STIH aku punya teman kuliah, namun agamanya beda. Aku pernah di ajak ke GEREJA. Tapi aku tak sempat kesana untuk mengucapkan HALELUYA bersama. Pertentangan nilai keyakinan dalam agama semestinya membuka ruang keharmonisan, sehingga sejarah peradaban dunia tidak lagi ada peperangan, namun hal ini tidak dinilai sebagai langkah rekonsiliasi, malah cenderung di anggap kafir.
Agama bagiku hanya alat untuk mencapai tujuan, bukan saling menghina dan mengutuk sesama. Aku begitu membenci ketika mendengar ungkapan kata mereka yang berdalilkan agama, padahal tidak tahu nilai kesucian didalamnya.
Tidak heran jika Golongan ATEIS berkata Tuhan tidak lagi ada di dunia, karena telah mati dalam pikiran manusia. Sebab FIRMAN Tuhan hanya di jadikan permainan dan bualan bagi mereka yang seringkali ku sebut sebagai orang yang lebih hina dari binatang. Bukan aku yang berkata, tapi hanya sebagai penyambung lidah. Bagiku Tuhan itu banyak sebanyak manusia yang ada.
Tuhan dalam Pikiran..........................
Tuhan dalam Wacana.........................
Tuhan dalam Kata-kata......................
Tuhan dalam Ibadah..........................
Tuhan dalam pengadilan....................
Tuhan dalam gelas............................
Tuhan dalam hati..............................
Tuhan dalam penjara.........................
Sebab Tuhan Adalah hasil kreasi akal menurut mereka yang belajar. Dalam ajaran gereja yang pernah ku baca dan telaah kitab perjanjian lama mulai di jelaskan ada manusia terakhir penutup para nabi. Namun hal itu sudah di hianati serta tidak suci lagi.
Hidup bukanlah setakat menghembuskan napas dan lalu lalang di sudut-sudut kota. Tetapi intisari nilai yang melekat adalah tujuan yang utama. Keyakinan di bawah keraguan adalah dogma yang berlebihan, tapi keyakinan di atas keraguan adalah kata kunci menggapai sesuatu yang gemilang.

Kamis, 01 Maret 2018

Dalam Lamunan

Dalam Lamunan

Dingin malam menyapa kalbu yang penuh berjuta rindu akan kehadiranmu
Perlahan ku ayunkan kaki tanpa tahu kemana harus kubawa langkah kecil ini
Tanganku tetap riak menulis pesan cinta yang ingin kutujukan kepadamu
Masih kuyakini tanpa kutulispun kau telah mengetahui hati yang senantiasa dimiliki
Suara guruh kian menggelegar kilatan petir sesekali menyilaukan mata, dinginnya malam kian terasa beriring gemercik hujan terbawa angin menusuk kulit
Waktu semakin larut menyayat hati..
Tersentak aku melihat kepanikan di salah satu kamar yang tak terlalu jauh dari pinggiran tempat dudukku, perawat tampak berlarian, suara derasnya hujan seakan teralihkan dengan bunyi tangisan yang berlirih pelan namun mampu membuat telinga ketakutan
Terbawa rasa penasaran inginku mendekat untuk melihat, suasana hening seketika riuh memandang kepanikan tak kunjung henti entah kenapa aku tak ingin bergeser dari tempat dudukku, dinginnya dini hari yang kulalui dengan baju tipis setengah lengan mulai hilang berganti kecemasan..
Kecemasan kian memuncak dikala tersaut suara kematian dari orang yang lewat dihadapku, isak tangisan kian terdengar ditelingaku, tak lama berselang dorongan ranjang diikuti isak tangisan keluar dari kamar itu
Berdiri tubuhku, kuberanikan untuk menatap ranjang yang didorong pelan itu dan terlihat semuanya rapat tertutup kain,
Kelang berapa lama senyap sepi kembali menyapa, kejadian itu memaksa lamunanku kian menjadi. Takutku begitu besar andaikan esok tak lagi kulihat cerahnya mentarimu..
Bila saja takut ini setiap detik kau hadirkan mungkin hilanglah kekejian
Lelahkah kau melihat tingkahku yang selalu menduamu, seringkali aku hanya berpura-pura lupa akan kuasaMu yang tiada dua..
Coba kubayangkan jika kau marah yang sebenarnya tak pernah benar-benar dapat kubayangkan secara utuh..
Bayangkan untuk membayangkan saja aku tak mampu, sebegitu lemahnya kah aku dihadapmu..
Masih pantaskah hati ini mengeluh jika kian jauh darimu..
Munafikku kian menampik keindahan semu kefanaan dunia yg kau ciptakan
Waktu yang hilang semakin mendesakku..
Akankah waktumu masih layak aku jalankan. ?
Bersambung,,
RSUD Kepahiang, 28 Februari 2018, 01.30 WIB